Bukannya Aku Tak Berusaha, Tapi Tak Bisa
Senyum manismu seakan
memancarkan cahaya di wajahmu membuat mentari enggan berdiri dan burungpun
enggan bernyayi. Elok paras wajahmu bagaikan taman pelangi penuh dengan warna
warni keindahan di dalamnya. Bunga serentak melayu, gumpalan awan putih menghilang,
langit biru yang memudaar terpesona akan kecantikanmu. Membuat hati ini tak
kuasa menahan hasrat untuk mencintaimu, menyayangimu dan memilikimu. Mungkin
terdengar egois bagimu tapi inilah ungkapan hatiku sebenarnya untukmu, tapi
sayang diri ini tak bisa untuk berusaha dan mencoba meraihmu. Bukannya aku tak
mampu, hanya saja aku tak bisa. Tak bisa berharap lebih darimu yang telah
memilih seseorang di hatimu.
---
*** ---
“Kringgggg...” jam
wekerku berbunyi, menandakan aku harus beranjak dari singgahsana kerajaan
mimpiku. Bebenah diri, mandi dan lain-lain kemudian sarapan dan bergegas menuju
kampus tercinta dengan kuda kencana yang selalu setia menemani aku melangkah,
walau terasa mulai malas untuk datang ke kampus, tapi akhir-akhir ini aku mulai
bersemangat lagi karena ada seorang gadis di kelas baruku yang membuat
hari-hariku cerah lagi dengan senyuman manis di wajahnya. Hanya dengan
melihatnya saja seakan dunia ini penuh dengan hal indah yang tercipta untukku,
seperti dia.
Baru pertama kali aku melihatnya
dan entah kenapa muncul suatu perasaan aneh tapi begitu menenangkan, perasaan
bahagia dan mengebu-gebu ingin terbang melayang dan mengapai bintang yang paling
terang di angkasa lalu turun dan akan ku berikan padanya sebagai bukti kalau aku
senang karena bisa mengenalnya. Apakan ini yang dinamakan cinta pandangan
pertama? Aku tak tahu.
Namanya Mei, Ayu Mei
dengan perawakan kecil, sedikit tomboy dan cuek tapi ketika dia tersenyum
bagaikan rembulan yang bersinar di malam hari yang cerah, begitu menenangkan
dan membuatku nyaman. Namun hari begitu cepat berlalu, hari demi hari terlewati
tiada pasti, daun berguguran satu demi satu bersamaan dengan angin di terik
siang yang mulai menyengat dan merasuk kedalam hati ini hingga membuat goresan
luka karena belum ada berkembangan sedikitpun tentang kedekatan aku dan dia,
iya dia.
Bukan akunya yang tidak
berusaha untuk mendekatinya tapi ketika aku mencoba mendekatinya seakan ada
dinding pembatas antara aku dan dia. Di setiap obrolan kita selalu menjadi
lebih singkat dan cepat berlalu begitu saja, tapi aku takkan pernah berhenti
untuk memenangkan hatinya.
Terkadang ku bersedih
dalam angan dan membuat hati ini sesak oleh kebodohanku yang terus manahan
perasaan ini, ku pikir tidak mungkin bisa sesuai harapan karena kita baru saja
kenal. “ Akan lebih baik jika aku lebih bersabar lagi dan mencoba mengenalnya
lebih jauh agar aku tak menyesal nantinya.”, pikirku dalam hati.
Kesempatan, di jam
istirahat aku melihat Mei lagi duduk sendirian di dekat pintu kelas, tanpa komando
aku langsung mendekatinya dan mencoba mengobrol dengannya sekalian mengorek
sedikt informasi tentangnya.
“Hai Mei... Lagi apa?
Sendirian aja?...”, tanya ku dengan senyum termanis yang bisa ku buat.
“ Eh... Ari... Ini lagi
baca-baca aja Ri, lagi males ngapa-ngapain...”, jawab Mei dengan senyum di
wajahnya. Hm... Melihat senyumnya saja aku sudah bahagia banget apa lagi hari
ini senyumnya untukku, serasa berada di surga dunia. Terdengar lebay mungkin
tapi itulah yang aku rasakan saat itu. Kemudian percakapan cukup panjang pun
akhirnya terjadi juga tapi sayang waktu matakuliah berikutnya sudah tiba,
dengan berat hati aku harus mengakhirinya, tapi setidaknya hari ini aku bisa
mendapatkan nomer teleponnya.
Dari pembicaraan itulah
aku mulai sedikit mengenalnya dan mulai ada koneksi antara aku dan dia. Setiap
hari aku mencoba sesering mungkin untuk mengobrol dengan Mei dan berharap
mendapatkan apa yang aku harapkan dari pertama kali aku mengenalnya, yaitu
cintanya.
Hubungan kamipun mulai
semakin dekat, kita jadi sering curhat dari hal sepele hingga yang cukup
rahasia. Tanpa ada rasa canggung lagi saat bertemu dan bercanda tawa lepas
bersama teman yang lainnya, tidak seperti dulu yang hanya saling sapa dan
pembicaraan terselesaikan dengan cepatnya.
Malam ini begitu indah
entah kenapa seakan rembulan penuh tanya, “ Ada apa gerangan engkau terlihat
begitu bahagia?”, tanya sang rembulan.
“ Aku sedari dulu sudah
berbahagia, tapi malam ini lebih dari bahagia karena esok aku akan berjalan
berdua di taman surga dunia bersama bidadari pujaan hati ini.” Jawabku dalam
angan. Sang bulan terlihat ikut senang dengan datangnya bintang-bintang yang
mulai terlihat ramai menghias awan malam ini, seakan mereka ingin ikut
merayakan kebahagiaan ini.
Beberapa hari yang lalu
aku berinisiatif untuk mengajaknya jalan, dengan alasan bosan dirumah dan tugas
kampus yang menumpuk. Berbagai alasan aku katakan ke Mei dan pada akhirnya ia
menyanggupinya.
Hari pertemuan pukul
09.00 WIB, aku sudah berada ditempat yang telah di janjikan kemarin. “ Hari ini
akan aku jadikan momen terindah yang takkan pernah aku dan dia lupakan,
Yoshh....” Teriakku dalam hati dengan menepuk wajahku agar terlihat meyakinkan.
Beberapa menit setelah
aku samapai di tempat janjian Mei datang. “ Aduh maaf ya Ri aku telat...” Kata
Mei sambil mengatur nafasnya. Mungkin karena dia sempat berlari menuju tempat
janian ini.
“ Oh gak pa pa Mei...
Aku juga baru sampai kok, yaudah kita langsung masuk saja yuk...” ajakku
sembari emberikan tiket taman bermain yang telah aku barusan beli, dan kita pun
memulai petualangan taman bermain.
Detik demi detik
berlalu menjadi tiap menit yang berharga, tak terasa hari mulai gelap. Aku
pikir ini kesempatan bagus untuk mengungkapkan perasaan ku padanya dengan
menaiki permainan terakhir bianglala. Sengaja memang aku naiki di akhir, karena
aku sedang menunggu momen yang pas. Karena pada saat sore hari menjelang malam,
kita bisa melihat sunset ketika kita menaiki bianglala, pasti sungguh romantis.
Tanpa pikir panjang akupun mengajak Mei menaiki bianglala.
“ Cklek...”, suara
pintu bianglala di buka, kemudia aku dan Mei pun masuk kedalamnya. Benar saja,
pemandangan yang kami lihat saat ini begitu indah dengan perpaduan warna merah
keemasan dan orange saling menyatu. “ Inilah kesempatanku...”, ocehku dalam
hati.
“ Mei, sebenarnya ada
yang aku ingin katakan padamu...”, sambil menatap wajahnya yang penuh akan
keindahan.
“ Iya Ri, ada apa? ”
jawab Mei singkat.
“ Mei... Aku suka
padamu, aku mencitaimu sejak pertama kali kita bertemu... Mei... Maukah kamu
jadi kekasihku?... ” berkata tulus dari hatiku yang paling dalam dan penuh
dengan harapan.
Waktu seakan terhenti
ketika aku melihat ekspresi terkejut Mei dan mengalihkan pandangannya setelah
mendengar pernyataanku tadi. Entah apa yang membuatnya seterkejut itu, apakan
adal yang salah dengan perkataan ku atau memang ini bukan waktu yang tepat
untuk meytakan cintaku, aku tak tahu.
“ Mei... Aku akan
terima apapun jawanban darimu... Aku tak akan pernah memaksa kamu untuk
mencintaiku...”, bujukku agar dia tau karena aku tak mau cinta yang di
paksakan. “ Kenyataan pahit pun akan aku terima walau itu berat untukku, tapi
setidaknya aku tahu akan isi hatimu padaku. ”.
Mei masih memilih
bungkam dan belum mengeluarkan sepatah katapun, entah karena bingung harus
menjawab apa atau karena ada masalah yag takbisa dia ungkapkan. Pada akhirnya
akupun mencoba mencairkan suasana dengan membuka topik orbolan baru walaupun
sempat diem-dieman beberapa saat. Ketika aku hendak mengeluarkan pembicaraan
baru Mei mulai angkat bicara.
“ Maaf Ri sebelumnya,
aku mungkin sudah banyak cerita ke kamu tentang hidupku tapi tidak dengan
cintaku yang sesungguhnya. Sebenarnya aku sudah mempunyai seseorang yang aku
suka dan itu bukanlah kamu.”, pengakuan Mei yang baru aku dengar membuatku
sedih dan sedikit terbawa emosi. “ Aku sudah menyukainya sejak masih sekolah di
SMA, dia mantan pacarku dulu dan aku tak pernah bisa melupakannya. Sebenarnya
aku ingin menceritakan ini pada mu sejak dulu tapi aku gak bisa, karena aku
takut akan membuatmu kecewa. Sebenarnya aku sudah tahu kamu memiliki perasaan
pada ku, aku mengetahuinya dari teman dekatmu. Tapi... Maafkan aku, aku tak
bisa menerima cintamu. Ari... Maafkan aku. ”, sambung Mei dan mengakhiri
percakapan hari itu. Kamipun pulang dan mencoba menahan rasa masing-masing
dalam angan.
Keesokan harinya, setelah
kejadian penembakan itu, hubungan ku dengan Mei menjadi seperti dulu. Seperti
pertama kali kita bertemu, hanya saling bertegur sapa dan tak ada lagi yang
spesial dari hubungan ini lagi. Apa aku yang salah atau juga aku yang kurang
berusaha. Menurut ku, aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan
cintanya, tapi aku tetap tak bisa, tak bisa untuk berharap lebih untuk
menjadikannya seseorang yang bisa mengisi kekosongan di dalam hatiku ini.
By : SiBocahlaliOmah - R_Az