-->

Hiduplah Untukku


      Malam penuh bintang bertaburan di langit malam, cahaya sang bulan menerangi setiap sudut kegelapan, membuat malam yang dingin terasa lebih menenangkan.Tapi semua itu hanya sementara, ketika awan hitam menutupi itu semua, disertai hujan deras di seluruh penjuru kota, disertai petir yang mengelegar di sana sini, membuat hati tenang menjadi tak karuan. 

    Itulah aku saat itu, mengingat kembali rasa itu sungguh membuat ku ingin mengakhiri hidup ini, tapi ku masih bertahan karena sesesorang yang selalu ada dihati ini menerangi jalan hidup ku.

            15 Agustus 2014 saat ini, tanggal 15 Agustus sungguh bermakna bagiku, penuh kenangan yang menyedihkan dan membahagiakan.

            Flash Back. ***

            15 Agustus 2008

Malam ini adalah malam ulang tahun ku yang ke 19 th, dan lebih bahagianya lagi hari itu bertepatan dengan pengumuman kelulusanku dari sekolah SMA. Dalam hati ku berfikir malam ini benar – benar akan menjadi malam yang indah buat aku dan keluarga. Hari ini sudah menjelang malam, sekitar jam 18.00 dengan cuaca yang cerah, pas untuk merayakan sebuah pesta kecil kecilan.

            Kami berencana merayakan itu semua di sebuat restoran yang cukup jauh dari rumah, karena di sekitar rumah kami tidak ada tempat seperti itu karena dipinggiran kota, makanya kami memutuskan kesana walau jauh di tengah Kota.

            “Ayo kakak.. Adik udah siap kan? Ibu tungu di mobil ya sama ayah.” Panggil ibu menyuruhku cepat – cepat. Akhirnya semua sudah berada di dalam mobil dan berangkat menuju tempat itu. Mereka sangat senang, senyum mereka menjadi kado terindah yang pernah aku dapatkan, tak ada yang lain. Aku berharap senyum itu dapat kulihat sepanjang hidupku.
            Tapi takdir berkata lain, saat di pertengahan menuju restoran mobil yang kami naiki oleng takterkendali, sehingga menabarak kendaraan lain dan terjadilah tabarakan beruntun. Aku sangat terkejut, kecelakaannya benar – benar cepat sekali, tanpa kusadari semua telah tiada.

            Bunyi sirine ambulan terdengar di telingaku, akutak percaya apa yang telah terjadi, kulihat dalam sakitku, ayah, ibu dan adik ku terluka parah sekali, aku ingin melihatnya tapi akutak sanggup berdiri, bangkan berbicarapun sulit, dan aku tak sadarkan diri.

            22 Agustus 2008, Dirumah sakit.

            Seminngu telah berlalu, aku koma tak sadarkan diri. Hingga hari ke 8 ku tersadar bahwa semuanya telah tiada. Beberapa hari kemudia ku di katakana sudah sembuh dari kecelakaan itu, dan di izinkan pulang. Tapi yang belum sembuh adalah mentalku dan persaan ku ini. Entah keajaiban apa yang membuatku hidup seperti ini.

            Akhirnyapun aku sampai di rumah, di anatar oleh sahabat ayah ku, Om Budi dan anaknya Rani.Saat itu ku masih terdiam dan terdiam dalam tangisku, kulihat Rani membantuku menuju kamarku.Ku ingin mengucapkan terima kasih pada Rani dan Om Budi, tapi mulut ini tak kuasa untuk menyampaikannya.

            Saat ini ku benar – benar depresi, kluargaku satu – satunya telah tiada.Karena tak ada saudara lain, ayah dan ibuku adalah anak tunggal di kluarganya, dan juga kakek nenek ku telah meninggal semua. Tak ada lagi yang bisa membantuku, tapi ku beruntung masih ada Om Budi yang seperti saudara sendiri.Tempat tinggal merekapun tidak jauh dari rumah ku.

            Dia yang membayar semua biaya rumah sakit dan pemakaman keluarga ku.Rani yang selalu menemaniku saat dirumah sakit, walau aku belum tersadarkan.Hingga dirumah pun mereka masih memperhatikan aku.

            Ku semakin tak kuasa melihat itu semua, kehilangan keluarga dan menjadi beban bagi orang lain, ku tak mau itu.Beberapa hari ku mengurung diri di kamar.Tak mau ada yang menggangguku saat ini.

            Hingga suatu hari Rani mencoba berbicara pada ku, mencoba membujukku untuk kluar dari kamar dan menjalani hidup selayaknya.Rani terus saja berbicara hingga ada suatu kata yang membuat ku sedikit mendapatkan cahaya kehidupan.

            “Dhan.. Jalan hidupmu masih panjang, jangan pernah kamu sia – sia kan hidupmu hanya untuk meratapi semua yang sudah terjadi. Tak ada gunanya kamu terus mengurung diri seperti ini.Ayah, Ibu dan Adik mu pasti tak menginginkan semua ini, mereka akan sedih di sana, mereka tidak akan tenang jika kamu terus seperti ini. Begitu juga dengan Aku, Ayah dan Ibuku, kita semua jadi khawatir dan sedi melihatmu.” Panjang lebar Rani membujukku, tapi kata – kata itulah yang mengena di hatiku. Akupun bangkit dari kamar tidur dan mencoba untuk membuka pintu kamar. Setelah kubuka.

            Pluk.. Rani memelukku erat, sambil meneteskan air matanya.Ku hanya bisa berdiam diri melihatnya.Ku sedikit mulai tersadar, bahwa masih ada yang memperdulikan aku.Saat itu juga ku mulai menyesali apa yang kulakukan selama ini.Ku peluk erat juga Rani dan menetes lah air mata ku yang selama ini tak pernah menetes karna saking menyakitkan kejadian itu.Ku menjadi tenang dan dalam hati ku berkata, ku akan melanjutkan hidup ini.

            “Maafkan aku Rani.. maafkan aku…” kataku pada Rani menyesal.
           
***

            3 September 2008.

Beberapa hari kemudian, ku sudah sedikit terbiasa dengan kejadian itu dan mulai menjalani hidup ini seperti biasa. Bertepatan dengan adanya perndaftaran mahasiswa baru di sebuah Universitas. Sebenarnya ku tak ingin tapi karena Rani yang mengajakku, jadi aku daftar juga bersama Rani.

            “Dhan.. sudah kau bawa semuakan persyaratan daftarnya?” Tanya Rani penuh semngat.

            “Iya iya sudah ku bawa kok, fuh..” jawab ku dengan malasnya. Tanpa membuang buang waktu lagi kamipun langsung menuju tempat pendaftaran. Kami menyerahkan semua persyaratannya, lalu di test langsung setelah itu. Aku kaget karena Rani tidak bilang kalau langsung test.

            “Wahhh… Ran… Kamu gimana sih, kok tidak bilang – bilang kalau langsung test.” Dengan nada kesal, tapi dengan entengnya Rani bilang. “Maaf Dhan.. Lupa.. saking semangatnya aku jadi lupa deh.. hihihi..” sambil tersenyum Rani membodohiku. Tapi biarlah, selama ku masih bisa melihat senyum Rani ku tak apalah.

            Akhirnya test ujuan masukpun dimulai.Aku mengerjakan sebisa ku, bisa lolos apa tidak aku tak peduli. Sambil kulihat wajah seriun Rani yang sedang mengerjakan test di sebelahku, ku jadi merasa bersalah.Akhirnya ku mencoba mengerjakannya dengan serius juga.

            Test selesai dan kamipun kembali kerumah, pengumuman lolos apa tidaknya akan di umumkan seminggu kemudian. Selama seminggu itu aku hanya bisa dirumah saja. Tsk mau kemana mana, karena saat ku teringan kejadian itu kepalaku terasa sakit. Dan pastinya Rani selalu mengunjungiku di rumah untuk menemaniku. Mulai berbicara konyol, belajar memasak, bersih bersih, pokoknya tidak ada diamnya sedikitpun kalau ada Rani dirumah.Mungkin dia memcoba untuk mengalihkan pemikiranku tentang kecelakaan itu dengan kesibukan. Tapi memeng itu berhasil membuatku melupakannya sejenak.

            Hari pengumuman pun tiba, kamipun segera menuju kesana. Sesampainya disana, kami mencoba mencari cari nama kami. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya nama Rani ada dalam pengumuman itu, dinyatakan diterima.Tapi di belum merasa senang, ku tak tahu kenapa. Rani terun mencari cari, cukup lama dan akhirnya apa yang di cari ketemu, yaitu nama ku.

            “Yeyyyy.. kita bisa masuk kampus yang sama yey…” Sorak Rani kegirangan.Akhirnya terjawab sudah kenapa dia tidak senang melihat namanya lolos, tapi setelah melihat nama ku lolos juga barulah dia senang. Dia hanya ingin kuliah bersamaku.Itu pemikiranku. Senyum manis Rani membuat ku berbahagia juga.

            Kami mencoba merayakannya, walau kecil kecilan. Cuma beli Es Cream dan beberapa snack untuk di makan di rumah ku. Yah cukup meriah juga sih, dengan kehebohan Rani hingga malampun tiba. Saatnya untuk Rani pulang kerumah untuk memberitahu kepada keluarganya.

            Ku pun sendiri lagi di rumah, memikirkan semua yang terjadi hari ini.Ku pikir cukup menyenagkan juga, ku ingin terus merasakannya. Tapi saat itu juga ku kembali mengingat masa itu, dimana kecelakaan itu terjadi. Menghancurkan semua rasa bahagia hari ini menjadi suram.

            Setiap hari seperti itu, pagi yang menyenangkan dan malam yang menyedihkan.Kenapa, karena di pagi hari ku bisa melihat senyum bahagia Rani, saat di kampus atau di manapun.Saat itu kami sudah memasuki perkuliahan, setelah pulang kuliah kamu main dulu terus pulang kerumah.Dan saat itulah malam menyedihkan itu datang.

            25 Agustus 2011.

3 tahun berlalu, Terus seperti itu hingga ku sudah menginjak semester 6.Tapi malam menyedihkan itu sudah bisa ku hilangkankan dan menjadikannya hal positif. Karena ku melihat Rani yang selalu bahagia, yang selalu perhatian, bagaikan cahaya yang selalu bersinar walau dalam kegelapan.Dialah cahaya hidup ku, Rani.

            Timbul rasa cinta dalam hati ini, karena sekian lama ini kami hanya seperti sahabat. Tapi ku ingin lebih dari sahabat dan memilikinya seutuhnya, karena sudah tak bisa lagi ku bending rasa ini. Nanti pas wisuda aku akan mengungkapkannya padanya.”Pasti…” kata ku lirih sambil mengejar Rani yang berlari menuju kampus.

            15 Agustus 2012.

Hingga saat itupun tiba, dimana para mahasiswa mahasiswi akan di wisuda.Melakukan upacara perpisahan di sebuah gedung milik kampus sendiri.Kulihan Ayah dan Ibu Rani di bangku orang tua, kunya bisa tersenyum melihatnya. Mencoba berandai andai.

            “Andai saja keluargaku juga ada disini, pasti lengkaplah kebahagiaan ini..” kataku lirih sambil menunggu untuk pelepasan.Sayang semua itu tak mungkin terjadi. Setidaknya ku masih memiliki Rani yang slalu ada untuk ku. Hari ini aku ingin mengungkapkannya semua perasaanku slama ini.

            Wisudapun berakhir mengharukan, semuanya berpelukan dengan keluarganya masing – masing sedangkan aku tak ada yang bisa ku peluk. Tapi tiba – tiba dari belakang ada yang memelukku erat, yaitu Rani. Ku ingat pertama kali Rani memelukku, ya saat ku mulai bangkit dari keterpurukan.Akupun sekarang bisa tersenyum lega dan segera ku melihat ke arah Rani memelukku.

            “Selamat ya Dhan.. Kau sudah menjalani hidup dengan sebaik baiknya. Tak kamu sia – siakan hidup ini.Sekarang ku sudah tenang, dan sekaligus bahagia sekali melihat kamu tersenyum kembali seperti ini.” Kata Rani dan mencium pipi ku.Aku tak mengerti apa maksud dari perkataan Rani tadi, tapi yang ku pikir saat ini adalah Rani mungkin juga mencintaiku.

            “Ya Tuhan, Sang Pencipta Alam semesta beserta isinya. Tolong jagalah senyum dia yang selalu ada di hidupku, yang selalu menjadi cahaya hidup ku dan selalu menjadi penerang jalan ku.” Doa ku dalam hati.

            “Dhan… Dhani.. ayo cepet sini, kita rayain kelulusan ini bersama kluargaku, ayo!” Ajak Rani memintaku untuk segera masuk ke mobil Ayah Rani.Dan kupun masuk bersama Rani di sampingku.Hari itu sudah mulai menjelang malam sekitar jam 18.00. Cuaca cerah hari yang bagus untuk merayakannya.

            Mobil mulai dinyalakan, lalu melaju perlahan.Ku mulai jadi teringat waktu itu. Dimana kejadian yang sama di masa lalu.Kelulusan, Perayaan dan Tragedi.Tapi ku mencoba membuang jauh pikiran itu, ku coba untuk positif thingking, karena ku tak ingin kehilangan senyum mereka, terutama Rani.

            “Kita mau kemana Ran?.” Tanyaku pada Rani.

            “Kita akan merayakan kelulusan kita, di restoran tengah kota..” Rani mejawabnya dengan senyum di wajahnya. Sungguh indah kurasa hari ini. Semua terasa begitu membahagiakan tapi masih sedikit was was takut kejadian masa lalu terulang kembali.

            Diperjalanan ku terus berdoa agar tak terjadi apa - apa.Hingga sampai tempat tujuan dan tak terjadi apa – apa, Ku sangat senang dan bersyukur akan hal itu.Kami pun menuju meja yang sudah di pesan sebelumnya, segera setelah itu pelayan datang dan memberikan pesan kami yang memang sudah di pesan sebelumnya.

            Sungguh haru sekali suasananya, lagi – lagi ku berandai andai, “Andai saja saat ini ku bersama keluarga ku pasti sangat menyenangkan..” gumamku dalam hati.Setidaknya saat ini ku bisa merasakan indahnya merayakan kelulusan dan hari ultahku juga yang ke 22. Aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari ultah ku. Karena ku sungguh bahaia dengan semua ini.

            “Dhan, ini kado dariku.. coba di buka deh..!” kotak kecil  di ikat dengan pita yang indah dari Rani, lalu kubuka dan ternyata sebuah jam tangan yang tertuliskan nama ku dan nama Rani. Ku sangat terkejut melihatnya.

            Belum sempat ku bertemakasih atas pemberiannya, Rani lagi – lagi mengejutkannku.Dia mencium pipi ku sekali lagi.Tawa dan canda Om Budi dan Tante membuat ku tak bisa berkata apapun.Hingga menetes air mataku jatuh tak terbendung.

            “Terimakasih Om, Tante dan kamu Rani.”. dan tak bisa berkata – kata lagi.Malam ini benar – benar menjadi pengalaman yang tak akan pernah kulupakan.Hingga ku lupa ingin mengungkapkan perasaanku itu.

            Terlambat, kami sudah bersiap untuk pulang. Karena waktu sudah larut malam.Kami pun segera masuk ke mobil dan kembali kerumah.

            “Tak apalah, masih ada hari esok untuk mengungkapkannya pada Rani, setidaknya hari ini sudah lebih dari cukup untuk ku, untuk hidup ku ini, yang sebelumnya tertunda untuk kurasakan.” Gumamku dalam hati.

            Tapi takdir lagi – lagi tak berpihak padaku, seakan alam semesta memusuhiku, tak terima akan kebahagiaan yang kau terima malam ini. Di pertengahan jalam menuju rumah, mobil yang di kendarai Om Budi slip dan menabrak mobil lain.Kecelakaan.

            Om dan Tante ku lihat penuh dengan darah, sama seperti kejadian waktu itu.Ku bingung harus bgai mana, karena tengah malam, penyelamatanpun jadi sedikit lama. Sepi tak ada orang, yang ada hanya 2 mobil yang sudah rusak parah dengan manusia didalamnya yang lagi sekarat.

            Tiba – tiba kudengar suara lirih, dan ternya Rani yang masih sadar, tapi terlihar sudah pucat sekali. “Dhan.. terimakasih untuk selama ini ya Dhan.. Ku tak pernah menyesali apa yang terjadi sekarang ini, Karen ku sudah cukup bahagia hidup di dunia ini, mengenalmu, menjalani hari – hari dengan mu, semua sungguh menyenangkan.. Uhuk..” mulut Rani mengeluarkan darah, tapi Rani masih ingin berbicara pada ku.

            “Rani.. Rani.. sudah cukup bertahan lah aku akan mencoba menyelamatkanmu.. bertahanlah..” mencoba untuk menenangkan Rani dan menyelamatkannya, tapi semua itu sia – sia, aku dan Rani masih dalam mobil. Ku coba menggedor pintu dari mobil yang terbalik ini dengan sisa – sisa tenagaku, tapi itu belum cukup untuk bisa membukanya.

            “Dhan.. aku mau kamu terus hidup, terus melanjutkan kebahgiaan ini, untuk ku. Aku akan sedih jika kau menyianyiakan hidupmu seperti dulu.Hiduplah untuk aku. Aku mencinta.. i.. mu.. Dhani..” kata – kata terakhir terucap di mulut Rani.Segera setelah itu tim penyelamat baru datang dan mencoba untuk menyelamatkan semuanya, tapi semua telah terlambat.

            Aku kembali masuk rumah sakit dan koma selama beberapa hari, lebih lama dari koma ku yang dulu.Mungkin aku akan bertemu dengan kluarga ku di sana, dan ikut bersama kluarga Rani dan Rani sendiri, tapi Tuhan berkata lain. Aku masih hidup.

            15 Agustus 2014, 2 tahun setelah kejadian itu. ***

            Ku berjalan dan terus berjalan menuju tempat yang sangat penting bagi ku, yaitu makam. Ku lihat 6 batu nisan berderet di depan ku, berfikir kenapa aku tak jadi salah satu dari mereka juga.

            Makam Ayah, Ibu, Adikku, Om, Tante dan Rani. Semua orang yang sangat ku sayangi dan sangat menyayangiku.Setelah keluar dari rumah sakit saat itu, ke berencana untuk menyusul mereka. Tapi kata – kata Rani mengingatkanku untuk terus hidup untuknya  dan untuk orang yang di cintainya.

            Sekarang ku hanya bisa mengenang mereka dan menjalani sebaik baiknya hidup seperti yang di katakan Rani. Rani memang sudah tiada di dunia ini, tapi dia masih ada di hati ku tetap hidup dalam ingatan ku. Menjadi cahaya hidupku selama akhir hayat ku.

            Hidup memang terlihat tak adil, tapi itulah hidup. Penuh dengan lika liku kehidupan, terkadang sedih, susah dan menderita, terkadang senang dan bahagia.Sesulit apapun hidup itu sediri, tetap lanjutkanlah, karena hari esok siapa yang tahu.

Penulis : Ramadhani Azhari (BocahlaliomaH)

Kau Selalu Dihati | Cerpen #3

            Malam penuh bintang bertaburan indah menghiasi alam semesta, penuh dengan coretan coretan cinta yang terlukis oleh bentuk rasi bintang. Angin malam yang dingin begitu bersahabat membuat cinta semakin erat. Dengan kekasih hati di sisi yang selalu menemani, seakan dunia menjadi lebih berarti.

“Maksih ya sayang untuk malam ini dah ngajak aku jalan, ku seneng banget sayang. Ku harap kita akan bersama selamanya ya sayang. Mau kan sayang damping aku selamanya?.” Sambil memeluk erat lengan kanan ku.

            “ Sama sama sayang, ku juga seneng banget hari ini. Pasti donk sayang, aku bakal nemenin kamu selamanya sampai akhir hayat ini. Janji…” Sambil mengelus elus kepalanya. Tak terasa hubungan kami sudah 3 tahun lamanya.

            “Janji…” dengan senyum indah di wajahnya.

            Kami jadian saat kami masih SMA, dia kelas 2 dan aku kelas 3. Kita dipertemukan oleh kegiatan exskul osis di sekolah. Saat itu aku menjabat sebagai ketua osisdan dia menjadi wakil ku. Secara tidak langsung kami pun selalu bersama, dalam mengerjakan tugas sebagai osis dan tak jarang pula kami sharing tentang pelajaran sekolah. Lebih lebih lagi sharing masalah hati juga sih, hihihi… Tak perlu lama pendekatan kita, hingga pada akhirnya kamipun jadian.

***
            Ke esokan harinya. “Tit tit tit tit…” Hp ku berdering keras dan segera ku angkat, ternyata telpon dari pacarku.

“  Pagi sayang… Bangun bangun sayang… dah pagi ini..” Seperti biasa dia selalu rajin membangunkan aku ketika pagi datang, walaupu aku tak memintanya.

            “ Iya iya sayang… Oahm…” sebenarnya ku masih pengen berlama lama karena hari ini hari libur. “ Cuci muka sana sayang biar seger! Atau sekalian mandi dan habis itu sarapan sayang…” dan bla bla bla...

            Yah seperti itulah setiap paginya, penuh denga perhatiannya. Itu membuat ku merasa tenang karena masih ada yang mau memperhatikan aku. Tapi terkadang aku yang sewot padanya karena terlalu berisik. Hihihi…

            “Ok sayang… nih bangun. Da…” Tanpa basa basi ku matiin telponnya. “Tut… Tut… Tut…” Tak tau dia marah apa tidak, tapi ya sudahlah. Saatnya mandi.

            Setelah mandi ku coba untuk mengecek hp dan benar saja, ada 5 panggilan tak terjawab selama ku mandi. “Yah pasti dia marah nih gara gara ku matiin tadi telponnya.” Segera aku telpon balik dia.

            “Tutttt… Cklek… Halo sayang… Maaf yang tadi ya sayang langsung ku matiin hpnya, ku tadi mau langsung mandi soalnya.”  Mencoba untuk meyakinkan dia, tapi di masih blum ada suara terdengar darinya. Padahal sudah dia angkat telpon ku. “ Sayang… Kok diem?...”

            “Sayang bodoh… aku kan jadi khawatir sama kamu sayang, tiba tiba ja telpon ku di matiin.” Dengan nada yang tinggi dan sedikit terdengar isaktangis di dalamnya membuat ku begitu sangat menyesal.

            “ Hihihi… Maaf sayang… Maaf…, lain kali tidak akan aku ulangi deh sayang…” Dag dig dug sendiri jadinya. Dalam hati, mena tumben sekali dia sampai seperti itu pada ku ya. Padahal selama ini dia selalu saja sabar menghadapi ke egoisankku, selalu menghadapinya dengan senyuman manisnya. Itu yang membuat ku selalu bertahan bersamanya.

            “Hiks hiks hiks… yaudah sekarang ayo kita ketemuan, kamukan sekarang sudah mandi trus kamu saran dulu sana.Ku tunggu di taman tempat kita biasa ketemu jam 9 ya, biar ku tidak marah lagi. Mau tidak?...” Permintaannya yang sedikit membuat ku bingung, prasaan kemarenkan sudah ketemu. Biasanya kita klo sudah jalan kemarin besoknya kita di rumah masing masing, biar tidak jenuh ketemu terus hihihi…Tapi karena ini permintaannya dan sekalian untuk meminta maaf padanya atas kejadia ini. Aku pun siap.

            “ Iya sayang, sip… luph u sayang…”.

            “ luph u too sayang… jangan lama lama ya sayang. Inget jam 9 ya sayang”. Dia pun menutup telponya.

            Karena sekarang waktu masih menunjukkan pukul 07.00, sehabis sarapan ku ingin tidur tiduran sebentar. Karena kemaren baru bisa tidur jam 03.30. Ku nyalakan TV trus mencoba untuk merebahkan raga ini dan masuk kea lam mimpi lagi. Tak lupa, alarm hp ku setel jam 08.30 untuk membangunkanku nanti.

            “ Padahal sudah mandi ya, ku masih ngantuk juga… Hoam… Tidur bntar ajalah, masih lama ini hihihi…” akhirnya ku pun terlelap.

            ***
            “Oahm… akhirnya aku terbngun juga, pegel juga ya, padahal ku tidur bentar doank…” sambil mengecek jam dalam hp, dan ternya masih jam 07.00. Ku pikir jam hp ku mati atau sedang eror, dan ku coba untuk mengecek keluar kamar jendela. Ternyata hari sudah malam, dan di luar pun juga hujan deras.

            “ Oh Tuhan… kok udah malem sih…” berfikir sebentar… “ Oh iya Lili…” segera ku cek hp lagi dan ternya sudah bnyak panggilan tak terjawab di hp ku. Saat ku mengecek jam di hp tadi mungkin ku tak menyadarinya.

            10 kali panggilan tak terjawab dari Lili dan 3 panggilan tak terjawab lainnya dari Ari adik Lili serta 3 pesan yg belum terbaca. Tanpa pikir panjang ku langsung menelpon Lili balik tapi sekian lama aku menelpon dia, tak ada satu pun yang di jawabnya, kemuadia ku menelpon Ari dan akhirnya di angkat juga.

            “ Halo Ari, kamu tau kakamu ada dimana?? Ari..” pikiranku mulai panic dan tak tak tertahankan. “ Halo iya kak, aku tidak tahu kak ini aku lagi nya kakak Lili, dari jam 8 tadi blom pulang pulang dari sekarang, kan ada mau acara kluarga di rumah.” Jelas Ari.

            “ Ha… apa blom pulang…” langsung ku matiin hpnya. “ Iya kak, halo.. Halo kak…”. Tanpa basa bsai lagi ku segera menuju tempat perjanjianku tadi pagi, tak peduli hujan lebat, ku terus berlari hingga akhirnya ku pun sampai di taman yang tak begitu jauh dari rumah ku dan rumah dia.

            Taman terlihat sepi sekali, gelap dan dingin. Tiba tiba kulihat seorang gadis duduk sendiri di bangku taman, dan segera aku menghampirinya. Ternyata benar, Lili sedang duduk menahan dinginnya angin malam serta hujan yang lebat ini hanya untuk menunggu aku.Denyut nadinya pun lemah sekali, ku peluk dia dan mencoba untuk membangukannya.

            “Lili… Lili… sadar Lili ini aku Rama.. Lili sayangkku…!” Tangisku mulain menyamai hujan yang sekarang ini terjadi. Tak lama kemudia Lili mulai sadarkan diri dan mulai membuka matanya perlahan lahan.

            “ Sayang…” dengan nada lirih yang di paksakan. “ Ini kamu kan sayang…”.

            Ku sedikit bersyukur melihat Lili tersadar, tapi masih terlihat lemah sekali. “ Iya sayang ini aku, Rama pacar kamu…!” mencoba menguatkan diri.

            “ Sukurlah kamu datang sayang, setidaknya sebelum aku tiada aku bisa melihat wajahmu…” sambil bibir yang menahan dingin. Badan, tangan dan kakinya terasa sangatlah dingin, membuatku sangat khawatir. Apa lagi setelah Lili bicara seperti itu.

            “ Apa yang kamu bicarakan sayang, tidak… tidak akan ku biarkan kamu meniggalkan aku…” Segera ku angkat dia dan ku gendong menuju rumah sakit yang tak jauh juga dari taman.
Tapi Tuhan berkata lain, Lili yang sudah terlalu lama terkena hujan dari siang tadi dan terlalu lelah karena menungguku dari tadi pagi dengan keadaan perut kosong. Akhirnya Lili mengatakan pesan terakhirnya sebelum kematiannya dalam gendonganku.

“ Aku sayang dan cinta kamu Rama, kau selalu di hatiku…” dan Lilipun menghembuskan nafas terakhirnya.

“ Sayang bertahanlah sayang, rumah sakit sebentar lagi sampai…” tiba tiba tubuh Lili melemas dan jatuh dalam gendonganku. Ku coba untuk mengecek denyut nadinya untuk memastikan bahwa Lili baik baik saja. Tapi di tlah tiada.

“LILIiii…..” teriakku keras dan meratapi semua yang terjadi hari ini. Tak berapa lama Ari pun menemukan aku, yang sebelumnya juga sedang mencari kakanya. Ari kaget melihat ku penuh dengan lingan air mata dan melihat sosok kakaknya yang sudah mulai membeku.

Ari pun menelpon orang rumah untuk segera menghampirinya disini. Tak butuk waktu lama orang tua Lili dan Aripun sampai dan segera membawa kami pulang kerumah dengan perasaan yang tak karuan.

Kluarga Lili sudah pasti merasa kelhilangan atas kematian Lili, begitupun juga aku. Aku mulai tak sadarkan diri sejak saat itu dan orang tua Lili membawa ku kerumah sakit karena takut terjadi apa apa padaku juga.

Karena aku hanya tinggal sendiri, karena orang tuaku sudah tiada terlebih dulu. Makanya Lili begitu berarti buat ku. Bahkan keluarga Lili sudah ku anggap kluara sendiri begitu juga mereka. Tapi aku malah menjadi penyebab kesedihan mereka.

Akhirnya aku terbangun setelah 2 hari tak sadarkan diri karena syok. Pemakaman Lilipun juga sudah di lakukan, aku disini hanya bisa termenung dan sangat putus asa. Aku pun di izinkan untuk pulang kerumah, sesampainya dirumah aku hanya mengurung diri di kamar.

Tanpa sadar ku melihat hp ku dan mencoba melihat foto foto dia dan aku untuk mengenangnya. Ku mulai membaca pesan pesan yang pernah dia kirim ke aku, dan kulihat 3 pesan yang belum ku baca.

Pesan pertama, pukul 17.00 hari minggu.

“ Sayang… kamu kemana aja sih, aku nugguin kamu nih dari tadi, udah ujan lagi. Cepet datang y sayang…! Luph u… “

Tetes demi tetes air mata ku mulai mengalir, ku baca berulang kali pesan itu sambil menyesali kesalahanku.

Pesan kedua, pukul 17.30 hari minggu.

“ Sayang… belum juga y sayang… Dingin nih sayang… Cepet kesini ya sayang.!..”
Pesan kedua makin membuatku ringkih tak berdaya. Membuat ku semakin putus asa.
Pesan Ketiga, pukul 18.30 hari minggu.

“ Sayang, SELAMAT ANIVERSARY KE-4 tahun ya sayang. Aku sayang kamu, cinta kamu, kamulah yang selalu di hatiku. Maafin aku ya sayang, aku tidak bisa menepati janji kita. Walau singkat tapi ku bersyukur karena kamu sudah mengisi kebahagiaan di hidupku. Menjadi belahan jiwa ku, kau segalanya untukku… Jaga dirimu baik - baik ya sayang walau tanpa diriku disisimu…

Pesan terakhir yang semakin merobek hati ini. “ LILIIiiii….” Teriakku dalam tangis.


Ditunggu kritik dan sarannya. Terimakasih...:D


Penulis : Ramadhani Azhari (BocahlaliomaH)

Antara Jarak ,Waktu dan Cinta | Cerpen #2

           
        
        Malam itu mungkin menjadi malam terindah bagi ku, bahkan menjadikan malam layaknya tempat impian yang penuh akan harapan yang membahagiakan. Bagai malam penuh bintang yang menghiasi langit malam, di tambah dengan cahaya sang bulan yang terang bagai lampion di kegelapan malam. Begitu menenangkan. Kau tahu mengapa?. Karena aku bisa mendapatkan cinta seutuhnya gadis pujaan ku, yang sudah lama aku mengejar cintanya. Annisa.

 Tak terasa sudah 2 tahun kami menjalani kisah cinta kami, melewati hari hari bersama hingga kelulusan sekolahpun tiba. Annisa yang saat itu masih kelas 2 SMA dan aku Rama kelas 3 SMA. Saat itulah ujian cinta kita di mulai, yang sebelumnya tak pernah kami bayangkan dan fikirkan. Karena kami terlalu asyik menikmati indahnya cinta. Bagi kami masa depan urusan belakangan, yang harus kita jalani adalah saat ini.

***

Beberapa hari kemudia setelah acara kelulusan,aku dan Annisa ketemuan di taman  sekolah. “ Selamat ya sayang, kamu sudah lulus dengan membanggakan.”Annisa member selamat atas kelulusanku sambil memelukku. Aku sangat senang saat itu, tapi ada sesuatu hal yang ingin aku beri tahu padanya tapi tak tega.

“Kamu kenapa sayang? Kayaknya kamu kok tidak senang?” Tanya annisa penasaran. Aku ingin memberitahukannya tapi sebenarnya ku tak ingin. “Sayang.. ? yang..?” aku masih terdiam. Setelah kupikir pikir lagi, aku memang harus memberitahunya.

“Sayang.. sebenarnya ada yang aku bicarain sama kamu, tapi kamu jangan salah paham dulu ya sayang.” Dengan nada berat hati ku berbicara. “Iya sayang, memang ada apa?.” Annisa jadi bingung dan khawatir.

“Mungkin untuk sementara waktu kita tak bisa bertemu.!” Sambil mengajak Annisa ketempat duduk yang berada di sebelah kami. “Lho kenapa memangnya? Ada yang salah dengan hubungan kita?” Tanya Annisa dengan wajah kecewa.

“Tidak sayang, tidak.. Tidak ada yang salah dengan hubungan kita ini.” Mencoba untuk menenangkan Annisa yang mulai salah paham. “Begini, Aku dan keluarga ku akan pindah keluar negeri, di Jepang. Karena ayah ku ada dinas kesana selama 4 tahun, dan selama disana aku di suruh untuk kuliah disana juga.”Meneruskan pembicaraanku yang sempat terputus.

“Ha..? Apa..?.. Jadi kamu akan pergi jauh dan kita tak akan pernah bertemu lagi?” Annisa tidak percaya dan mulai meneteskan air mata. “Sayang, aku pasti kembali. Kembali untuk kamu sayang, setelah aku lulus dan urusan pekerjaan ayahku selesai aku pasti kembali, dan kita akan selalu bersama lagi sayang.” Kuulang kata kata kembali untuk lebih meyakinkan Annisa.

Tangis Annisa membuat ku semakin bingung, semakin berat untuk meninggalkannya. “Sayang, percayalah padaku, aku takkan melupakanmu. Aku akan selalu memberi kabar kepadamu, walau raga kita jauh tapi hati kita kan selalu dekat. Aku percaya akan cinta kita, percaya akan masa depan kita bahwa kita akan selalu bersama.” Mencoba untuk meyakinkan Annisa lagi.

Pada akhirnya Annisapun mulai mengerti walau air matanya masih menetes. “Baiklah sayang, aku percaya pada mu pada cinta kita. Aku akan selalu menunggumu disini sampai kamu kembali.” Jawab Annisa lirih, dan ku peluk erat dia.

***

Tanggal 17 Juli 2010, pukul 10.00 WIB kami sekeluarga sudah berada di bandara untuk bersiap siap berangkat ke Jepang. Disitu juga terdapat Annisa yang mengantar keberangkatannku. Kemudian, kedua orang tuaku masuk kedalam ruang boarding dan aku masih di luar bersama dengan Annisa.

“Sayang jaga kesehatan ya disana, jangan nakal.. Harus bener bener cari ilmu disana, kalu sudah selesai cepet kembali kesini lho!” Annisa mewanti wanti aku. “Siap sayang, pasti itu!! Hihihihi..” jawabku sambil bercanda, tapi memang tulus dari hati ku.

“Kamu juga ya sayang, jaga kesehatan, jangan nakal, dan terus semngat. Tunggu aku kembali ya sayang. I love U sayang.” Pintaku pada Annisa. “I love U Too sayang.” Balas Annisa. Tak lama kemuadian aku sekeluarga harus segera naik pesawat, karean pesawat sebentar lagi akan lepas landas.

Disinilah awal dari ujian kami. Annisa yang memandangi pesawat yang aku naiki dari jendela kaca bandara, sedangkan aku memandangi Annisa di balik jendela pesawat yang semakin lama semakin menjauh dan tak terlihat lagi.

Perasaan was was dan sedihpun mulai muncul diantara kami berdua. Tapi kami yakin jarak dan waktu tak akan mengalahkan kuatnya cinta kita. Sampai hari dimana kita akan bertemu kembali.

***

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya aku sampai di Jepang. Segera aku dan keluargaku menuju sebuah apartemen yang sudah di sediakan oleh perusahaan ayah ku, begitu juga dengan tempat kuliah ku yang sebelumnya sudah di persiapkan ayah ku.

Sesampainya di apartemen, aku mulai membereskan isi dari koperku untuk ku pindahkan di lemari – lemari kamarku. Ku taruh barang barang ku satu persatu pada tempatnya, tapi ada satu barang yang spesial bagi ku, yaitu sebuah cincin dan rantai untuk dijadikan kalung terbuat dari kunigan yang kami beli berpasangan dengan Annisa, masing masing cincin itu terdapat namaku dan nama dia. Mungkin tak ada nilainya cincin itu, tapi bagi kami begitu berarti.

Sementara itu, setelah mengantarkan keberangkatan ku di bandara tadi dia langsung pulang kerumah. Tak pernah terpikirkan oleh Annisa bahwa dia dan aku harus berbisah sementara waktu. Walaupun hannya 4 tahun, mungin sangatlah lama bagi Annisa dan begitu aku pastinya. Lagi lagi kita hanya bisa percaya akan cinta kita, jarak dan waktu tak akan mengalahkan cinta kita. Sambil tersenyum menahan sedih Annisa mencoba untuk bertahan. 

***

Ditahun pertama, semua terlihat baik baik saja hingga kelulusan sekolah Annisa pun tiba. Bagi Annisa, kelulusan itu malah menjadi kesedihannya. Karena disaat yang berbahagia ini dia tak bisa merayakannya dengan ku. Tapi setidak suara ku bisa menenangkan sedikit kesedihan dihatinya. Hanya lewat Hp lah kami bisa berkomunikasi.

Kami berbicara panjang lebar setiap kami lagi ada kesempatan menelpon. Sayangnya, walau lewat telpon kami tidak bisa lama lama, karena masih ada tugas yang harus aku kerjakan disini. Untunglah Annisa bisa mengertikan itu.

Setelah kelulusan itu, Annisa meneruskan kuliah juga yang tak jauh dari rumahnya. Mulailah kesibukan diantara kami hingga membuat kami semakin jarang berkomunikasi. Disaat aku free tapi dia tidak, sedangkan disaat dia free aku tidak. Begitulah hingga setahun berikutnya.

Dan 2 tahunpun terlewati setelah kepergianku. Kami semakin sulit untuk berkomunikasi, yang biasanya bisa seminggu sekali menjadi 2 minggu sekali, menjadi sebulan sekali. Kami mulai sedikit melupakan masa masa dimana kita saling merindu dulu dengan alasan kesibukan kuliah.

Bukan karena ada orang ketiga yang membuat kami terlihat semakin menjauh, tapi karena kami terlau serius untuk menuntut ilmu. Hingga suatu hari aku melihat cincin yang berdebu tak pernah kupakai membuat ku mengingat seseorang, yaitu Annisa. Disaat ku mulai jenuh dengan tugas tugas kuliah ku mulai membuka album foto di laptopku.

Foto foto dimana saat aku dan Annisa lagi bersama. Ku senyum senyum sendiri tapi entah mengapa air mata ini menetes. Rindu itu menusuk ku dalam dalam tepat di relung hati ku yang paling dalam. Segera ku ambil Hp ku dan ku coba untuk menelpon ku. Disaat yang bersaamaan Annisa juga begitu rindu dengan ku, melihat cincin yang dipakai di jari manisnya, walau hanya cincin dari kuningan itu adalah barang yang sungguh berati baginya, yang selalu mengingatkan akan diriku.

“Kringggg.. Kringggg..” Suara Hp Anniasa berbunyi. Segera dia mengambil Hp yang berada di tas dan dilihatnya ternya ta dari belahan hatinya. “Halo.. sayang?.” Annisa tak sabar ingin mendengarkan suaraku. Karena hamper 3 bulan ini kami tak pernah telpon.

“Halo.. iya sayang.. Aku sangat merindukan mu sayang. Bagaimana kabarmu disana?. Tanya ku khawatir kepada Annisa. “Aku baik baik saja kok sayang, kamu juga kan.. Aku juga sangat merindukanmu sayang.” Tetes air mata Annisa pun menetes sambil memnjawab pertanyaanku.

“Sayang sebentar lagi aku wisuda, pekerjaan ayahku sudah segera rampung. Aku akan segera kembali menemuimu sayang.” Memberi kabar gembira untuknya. Dan percakapanpun berlangsung lama hingga larut malam.

***

Bebrapa hari kemudian, tanggal 13 Juli 2014.

Tak terasa sudah 4 tahun berlalu, Kelulusanku dari Universitas Jepang juga sudah di depan mata, dan kerjaan ayahku juga sudah terselesaikan. Saatnya untuk kami untuk kembali ke Indonesia, kembali bertemu dengan Belahan jiwa ku.

Malam sebelumnya aku sudah memberitahu Annisa bahwa hari ini aku akan pulang ke Indonesia, sehingga Annisa pun tak sabar bertemu dengan ku dan menunggu ku di bandara. Padahal aku barusaja lepas landas dari bandara Jepang, Tokyo.

Aku mulai tak sabar dan mulai memikirkan apa yang akan aku lakukan nanti hingga ku lelah dan tertidur. Annisa yang sudah dari tadi siang menunggu ku di bandara dengan was was menunggu ku dengan hati yang gembira.

Beberapa jam pun berlalu, sekitar pukul 20.00 aku tiba di bandara SoeTa Indonesia. Begegas aku menuju Annisa yang sudah menungguku lama, dan akhirnya aku pun bertemu dengannya serta kupeluk dia erat erat. 

“Sayang.. Aku benar benar merindukanmu sayang..” Kataku dalam pelukku. Aku pulang tak mungkin tak membawa apa apa. Aku sudah menyiapkannya dari kemarin sebelum keberangkatannku kembali ke Indonesia. Tanpa sempat Annisa menjawab, ku lepas pelukku dan berlutut di hadapannya.

“Sayang.. maukah kau menikah dengan ku?” dengan membuka kotak kecil berwarna merah hati berisikan cincin emas. Annisa tak kuasa menahan haru dan berkata “Ya.. aku mau.!” Segera ku pasangkan cincin itu kejari manis Annisa yang sebelumnya hanya terpasang cincin dari kuningan sekarang menjadi cincin emas yang akan selamanya mengikat kami berdua.

Karena waktu itu Annisa masih kuliah, maka kami bersepakat untuk melangsungkan pernikahan setelah Annisa lulus kuliah. Waktu itu aku sudah di terima kerja di suatu perusahaan asing di Jakarta, jadi aku tak khawatir dengan masalah dana pernikahan, semua sudah kuatur dengan sedemikian rupa.

***

Hingga satu tahunpun berlalu, Annisa yang sudah lulus dari kuliahnya. Kamipun segera melangsungkan pernikahan di tanggal yang sebelumnya sudah di sepakati oleh kedua belah pihak keluarga.

Kami pun akhirnya bisa bersama lagi seperti dulu, 4 tahun yang begitu lama bagi kami akhirnya terbalaskan hari ini dengan yang lebih indah lagi, dengan ikatan yang pasti. Kami percaya, jarak dan waktu tak kan mengalahkan cinta kita. Itu memang benar.

Jika kita saling percaya dan saling mencintai, apapun pasti akan terjadi. Sesulit apapun jalan yang akan kita tempuh pasti ada jalan yang lebih baik di kemudiah hari.

Back To Top